Tafsir Al-Azhar
Penulis : Prof. DR. Hamka
Jumlah Jilid : 9 Jilid
Penerbit : Gema Insani Press
Tafsir al-Azhar adalah karya paling fenomenal dari ulama Indonesia tempo dulu, yang terkenal dengan kemampuan beliau berbicara dari hati ke hati dengan pendengar ataupun pembacanya. Membaca tafsir al-Azhar sangat jauh dari kesan berat, teoritis dan membosankan. Dalam penyusunan Tafsir al Azhar Buya HAMKA menggunakan metode tahlili (analitis) tafsir Al-Quran dengan Al-Quran, tafsir Al-Quran dengan hadits pendapat sahabat dan tabiin tafsir dengan tafsir muktabar penggunaan syair menggunakan analisis bilmatsur, menganalisis dengan kemampuan analisis sendiri dan disusun tanpa membawa pertikaian antar madzhab. Tafsir al-Azhar menitikberatkan penjelasan ayat-ayat Al-Quran dengan ungkapan yang teliti menjelaskan makna-makna yang dimaksuddalam Al-Quran dengan bahasa yang indah dan menarik dan menghubungkan ayat dengan realitas sosial dan sistem budaya yang ada.
Buya HAMKA membicarakan permasalahan sejarah sosial dan budaya di Indonesia. Beliau juga mendemonstrasikan keluasaan pengetahuan dan menekankan pemahaman ayat secara menyeluruh (mengutip ulama-ulama terdahulu) mendialogkan antara teks Al-Quran dengan kondisi umat Islam saat Tafsir al-Azhar ditulis. Sebuah referensi yang wajib Anda miliki.
Abdul Malik Karim Amrullah
Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah, pemilik nama pena Hamka (lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun) adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Ia melewatkan waktunya sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia terjun dalam politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah sampai akhir hayatnya. Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.
Dibayangi nama besar ayahnya Abdul Karim Amrullah, Hamka sering melakukan perjalanan jauh sendirian. Ia meninggalkan pendidikannya di Thawalib, menempuh perjalanan ke Jawa dalam usia 16 tahun. Setelah setahun melewatkan perantauannya, Hamka kembali ke Padang Panjang membesarkan Muhammadiyah. Pengalamannya ditolak sebagai guru di sekolah milik Muhammadiyah karena tak memiliki diploma dan kritik atas kemampuannya berbahasa Arab melecut keinginan Hamka pergi ke Mekkah. Dengan bahasa Arab yang dipelajarinya, Hamka mendalami sejarah Islam dan sastra secara otodidak. Kembali ke Tanah Air, Hamka merintis karier sebagai wartawan sambil bekerja sebagai guru agama di Deli. Dalam pertemuan memenuhi kerinduan ayahnya, Hamka mengukuhkan tekadnya untuk meneruskan cita-cita ayahnya dan dirinya sebagai ulama dan sastrawan. Kembali ke Medan pada 1936 setelah pernikahannya, ia menerbitkan majalah Pedoman Masyarakat. Lewat karyanya Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, nama Hamka melambung sebagai sastrawan.
Selama revolusi fisik, Hamka bergerilya bersama Barisan Pengawal Nagari dan Kota (BPNK) menyusuri hutan pengunungan di Sumatra Barat untuk menggalang persatuan menentang kembalinya Belanda. Pada 1950, Hamka membawa keluarga kecilnya ke Jakarta. Meski mendapat pekerjaan di Departemen Agama, Hamka mengundurkan diri karena terjun di jalur politik. Dalam pemilihan umum 1955, Hamka dicalonkan Masyumi sebagai wakil Muhammadiyah dan terpilih duduk di Konstituante. Ia terlibat dalam perumusan kembali dasar negara. Sikap politik Masyumi menentang komunisme dan gagasan Demokrasi Terpimpin memengaruhi hubungannya dengan Sukarno. Usai Masyumi dibubarkan sesuai Dekret Presiden 5 Juli 1959, Hamka menerbitkan majalah Panji Masyarakat yang berumur pendek, dibredel oleh Sukarno setelah menurunkan tulisan Hatta—yang telah mengundurkan diri sebagai wakil presiden—berjudul “Demokrasi Kita”. Seiring meluasnya pengaruh komunis, Hamka dan karya-karyanya diserang oleh organisasi kebudayaan Lekra. Tuduhan melakukan gerakan subversif membuat Hamka diciduk dari rumahnya ke tahanan Sukabumi pada 1964. Ia merampungkan Tafsir Al-Azhar dalam keadaan sakit sebagai tahanan.
Seiring peralihan kekuasaan ke Soeharto, Hamka dibebaskan pada Januari 1966. Ia mendapat ruang pemerintah, mengisi jadwal tetap ceramah di RRI dan TVRI. Ia mencurahkan waktunya membangun kegiatan dakwah di Masjid Al-Azhar. Ketika pemerintah menjajaki pembentukan MUI pada 1975, peserta musyawarah memilih dirinya secara aklamasi sebagai ketua. Namun, Hamka memilih meletakkan jabatannya pada 19 Mei 1981, menanggapi tekanan Menteri Agama untuk menarik fatwa haram MUI atas perayaan Natal bersama bagi umat Muslim. Ia meninggal pada 24 Juli 1981 dan jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta.
KIBLAT.NET, Jakarta – Buya Hamka, merupakan salah seorang ulama Indonesia yang memberikan kontribusi kepada umat Islam melalui tulisan. Karyanya yang paling fenomenal ialah Tafsir Al-Azhar. Kitab karangan beliau telah memberikan pengaruh secara global, setidaknya di Asia Tenggara.
Pengaruh dari kitab Buya Hamka di antaranya bisa dilihat dari penggunaan Tafsir Al-Azhar yang meluas di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Bahkan, Malaysia dan Singapura memiliki edisi khusus dan penerbitan sendiri karya tersebut.
Selain penerbitan karya Hamka di luar Indonesia, kajian terhadap karya tersebut telah dilakukan oleh banyak sarjana, baik di luar negeri maupun dalam negeri. Di antara mereka yang mengkaji kitab ini adalah Mun’im Sirry dari Notredame University, Chairuddin Al-Hibrid dari National University of Singapore, Tuban Yusuf dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Norbani Ismail dari Georgetown University.
Menurut dr. Norbani Ismail, kitab Tafsir Al-Azhar adalah tafsir pertama yang ditulis secara komprehensif dalam bahasa Indonesia dan Melayu.
“Tafsir Al-Azhar merupakan tafsir pertama yang ditulis secara komprehensif dalam bahasa indonesia atau melayu,” katanya dalam seminar internasional dalam rangka pembukaan Darul Arqom Madya (DAM) di Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu (02/12).
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhamadiyah Ahmad Najib Burhani menyebutkan bahwa karya Hamka adalah contoh dari karya tangan intelektual Indonesia yang berpengaruh di dunia internasional.
“Karya-karya hamka itu adalah contoh bagaimana intelektual dan ulama Indonesia bisa berbicara dan berpengaruh di dunia internasional,” ujarnya dalam acara yang sama.
Reporter: Jundi Alkayyis, Taufiq Idhar
Editor: Fajar Shadiq
Harga Rp 2.727.000,-
Rp 2.495.000,-
“Ongkir disesuaikan”
Informasi dan Pemesanan Hubungi :
Call, SMS, WA 0821 2908 6868